5 Rukun Khutbah Jumat dan Lengkap Penjelasannya

photo author
- Jumat, 30 Agustus 2024 | 14:49 WIB
5 Rukun Khutbah Jumat dan Lengkap Penjelasannya
5 Rukun Khutbah Jumat dan Lengkap Penjelasannya

realitasonline.id - Wajib hukum sholat Jumat bagi umat Islam di dunia di mana Islam memberikan ketentuan dari ibadah yang telah diwajibkan.

Dan agar ibadah yang dikerjakan diterima, maka hal yang mendesak adalah mengetahui ketentuan dari ibadah yang dikerjakan.

Shalat Jumat juga demikian, memiliki beberapa ketentuan yang juga harus diketahui dan dilaksanakan dengan baik.

Terutama khutbah Jumat yang memang menjadi bagian tidak terpisahkan saat pelaksanaan Jumatan.

Salah satu syarat sah pelaksanaan shalat Jumat adalah didahului dua khutbah.

Ritual khutbah dilakukan sebelum shalat Jumat dikerjakan. Khutbah Jumat dilakukan 2 kali, di antara khutbah pertama dan kedua dipisah dengan duduk.

Khutbah Jumat memiliki 5 rukun yang harus dipenuhi. Sejumlah rukun tersebut disyaratkan menggunakan bahasa Arab dan harus dilakukan dengan tertib (berurutan) serta berkesinambungan (muwâlah).

Berikut ini 5 rukun khutbah Jumat beserta penjelasannya.

1. Memuji kepada Allah di kedua khutbah
Rukun khutbah pertama ini disyaratkan menggunakan kata “hamdun” dan lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya, misalkan “alhamdu”, “ahmadu”, “nahmadu”. Demikian pula dalam kata “Allah” tertentu menggunakan lafadh jalalah, tidak cukup memakai asma Allah yang lain. Contoh pelafalan yang benar misalkan: “alhamdu lillâh”, “nahmadu lillâh”, “lillahi al-hamdu”, “ana hamidu Allâha”, “Allâha ahmadu”.

Contoh pelafalan yang salah misalkan: “asy-syukru lillâhi” (karena tidak memakai akar kata “hamdun”), “alhamdu lir-rahmân (karena tidak menggunakan lafadh jalalah “Allah”).
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:


ويشترط كونه بلفظ الله ولفظ حمد وما اشتق منه كالحمد لله أو أحمد الله أو الله أحمد أو لله الحمد أو أنا حامد لله فخرج الحمد للرحمن والشكر لله ونحوهما فلا يكفي

Artinya: Disyaratkan adanya pujian kepada Allah menggunakan kata Allah dan lafadh hamdun atau lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya. Seperti alhamdulillah, ahmadu-Llâha, Allâha ahmadu, Lillâhi al-hamdu, ana hamidun lillâhi, tidak cukup al-hamdu lirrahmân, asy-syukru lillâhi, dan sejenisnya, maka tidak mencukupi. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, juz.4, halaman: 246).

2. Membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad
Pembacaannya harus dilakukan di kedua khutbah. Dalam pelaksanaannya harus menggunakan kata “al-shalatu” dan lafadh yang satu akar kata dengannya. Sementara untuk asma Nabi Muhammad, tidak tertentu menggunakan nama “Muhammad”, seperti “al-Rasul”, “Ahmad”, “al-Nabi”, “al-Basyir”, “al-Nadzir” dan lain-lain.

Hanya saja, penyebutannya harus menggunakan isim dhahir, tidak boleh menggunakan isim dlamir (kata ganti) menurut pendapat yang kuat, meskipun sebelumnya disebutkan marji’nya. Sementara menurut pendapat lemah cukup menggunakan isim dlamir. Contoh membaca shalawat yang benar: “ash-shalâtu ‘alan-Nabi”, “ana mushallin ‘alâ Muhammad”, “ana ushalli ‘ala Rasulillah”. Contoh membaca shalawat yang salah: “sallama-Llâhu ‘ala Muhammad”, “Rahima-Llâhu Muhammadan (karena tidak menggunakan akar kata ash-shalâtu), “shalla-Llâhu ‘alaihi” (karena menggunakan isim dlamir).

Syekh Mahfuzh al-Tarmasi mengatakan:

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Cut Yuli

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

ATR/BPN Permudah Masyarakat Cek PPAT Digital

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:17 WIB
X