Realitasonline.id - JAKARTA | Puncak kemarau diprediksi akan terjadi pada Agustus 2025, namun sejumlah besar provinsi di Indonesia mengalami curah hujan dengan intensitas tinggi, terkhusus Sumatera Utara dan Aceh yang terus dihajar banjir dan longsor.
Fenomena ini dijelaskan oleh BMKG. Kepala BMKG Pusat Dwikorita Karnawati mengatakan musim kemarau bukan berarti tanpa hujan sama sekali.
Kepala BMKG menyatakan dalam kondisi iklim Indonesia yang kompleks, musim kemarau tetap bisa diselingi oleh hujan.
Baca Juga: Layanan Sehati, Solusi BPN Jawa Timur Bantu Warga saat Libur Idul Fitri
Banyak faktor lain yang memengaruhi pola cuaca di Indonesia, termasuk faktor global dan lokal.
"Meski musim kemarau, bukan berarti tak ada hujan," tegas Dwikorita pada Jumat, 11 April 2025 dalam keterangan resminya.
“Keragaman iklim di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi musim, tapi juga pengaruh global seperti El Nino/La Nina, Madden Julian Oscillation (MJO), serta faktor lokal,” tambahnya.
Bahkan, suhu permukaan laut yang menghangat di sekitar wilayah Indonesia juga ikut mendorong terbentuknya awan dan potensi hujan.
Kondisi topografi Indonesia yang kompleks turut memperkuat variasi cuaca di tiap daerah.
“Topografi yang terdiri dari pegunungan, lembah, dan garis pantai menyebabkan pola hujan yang berbeda-beda meskipun berada di musim yang sama,” ujarnya.
403 Zona Musim
Dalam rilis resmi BMKG, diprediksi sebanyak 403 Zona Musim (ZOM) di Indonesia akan memasuki musim kemarau mulai April hingga Juni 2025.
Wilayah-wilayah di Nusa Tenggara diperkirakan lebih dahulu mengalami kemarau dibandingkan daerah lain.
BMKG juga memproyeksikan puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia.