Realitasonline.id - Mamuju Tengah | Muhammad Firdaus, seorang siswa Sekolah Dasar (SD) Inpres Desa Kuo, Kecamatan Pangale, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, terpaksa pergi ke sekolah dengan sandal jepit lusuh karena orang tuanya tidak mampu membelikan sepatu.
Keterbatasan ekonomi membuat Firdaus harus bersekolah dalam kondisi yang memprihatinkan.
Firdaus adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Kedua orang tuanya hanya bekerja sebagai buruh harian dan penjual sayuran. Penghasilan mereka hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
"Hari pertama masuk sekolah Firdaus tidak pakai sepatu karena belum ada uang untuk beli. Seragam sekolah dan pramuka juga masih dicicil," kata Rudi, kakak Firdaus, Senin (15/7).
Selain sepatu, pakaian seragam sekolah Firdaus juga belum lengkap. Orang tuanya masih mencicil pembelian seragam tersebut. Ibunya setiap hari keliling menjual sayuran menggunakan sepeda, sementara ayahnya bekerja sebagai buruh harian dan menggarap sawah milik orang lain.
Baca Juga: Bobby Nasution Kena Kibul Lagi, Kali ini tak Ada Ampun, Mal Centre Point Harus Segera Dikosongkan!
"Kami jarang sekali mendapat bantuan dari pemerintah kabupaten atau provinsi untuk membantu kebutuhan sekolah maupun bantuan sosial lainnya," ujar Rudi.
Firdaus tetap bersemangat untuk bersekolah meskipun dalam kondisi yang serba terbatas. Rudi berharap ada rejeki agar bisa membelikan adiknya sepatu dan perlengkapan sekolah lainnya.
"Semoga ada rejeki supaya bisa saya belikan sepatu untuk adik saya, agar dia semakin semangat belajarnya," katanya.
Rudi juga menyatakan bahwa dari empat bersaudara, hanya Firdaus yang masih bersekolah. Saudara-saudara lainnya terpaksa berhenti sekolah karena faktor ekonomi. Firdaus adalah satu-satunya harapan keluarga untuk merubah nasib mereka di kemudian hari melalui pendidikan.
Baca Juga: Polres Batu Bara Kerahkan Polsek Sejajaran Patroli Malam-malam di Lokasi ini, Ada Apa?
"Saya berharap ada bantuan beasiswa untuk adik saya," harap Rudi.
Keluarga Firdaus merasa bahwa bantuan dari pemerintah sangat minim. Mereka hanya bisa menunggu informasi dari desa mengenai bantuan yang mungkin bisa mereka dapatkan.
"Itupun kalau ada ya ditunggu informasi dari desa biasa, tapi sudah lama sekali kami tidak dapat bantuan," ujar Rudi. Keterbatasan bantuan ini semakin memperburuk kondisi ekonomi keluarga mereka.