Gagal di percobaan pertama, pencairan akhirnya berhasil di akhir Desember 2024.
Baca Juga: Lebih dari Sekadar Tugas, Plt Sekda Padangsidimpuan Pilih Donorkan Darah
“Anehnya, lokasi proyek justru sedang dalam proses penggalian oleh perusahaan lain (Nata Karya). Bagaimana mungkin ada pemeliharaan jalan, kalau jalannya sendiri sedang digali?” sindir Arif tajam.
Baru pada 23 Mei 2025, BPK RI Perwakilan Sumatera Utara mengeluarkan Laporan Audit Nomor: 53.A/LHP/XVIII.MDN/05/2025, yang menyebutkan adanya kerugian negara dalam proyek ini.
Namun langkah pemutusan kontrak oleh PPK baru terjadi setelah audit keluar, bukan saat wanprestasi mulai terjadi.
Baca Juga: Lebih dari Sekadar Tugas, Plt Sekda Padangsidimpuan Pilih Donorkan Darah
Menurut Arif, ini adalah indikasi kuat adanya permainan sistematis.
“PPK seharusnya memutus kontrak sejak pekerjaan tidak berjalan. Fakta bahwa ini tidak dilakukan, menunjukkan potensi adanya konspirasi dalam tubuh pemerintahan sendiri,” tambahnya.
Pertanyaan mendasar yang diajukan Arif sangat menggelitik logika:
“Jika mereka punya uang Rp 1,4 miliar untuk dikembalikan, kenapa tidak digunakan untuk mengerjakan proyek sejak awal?”
Baca Juga: Judi Tembak Ikan Diduga Beroperasi di Desa Sipinggan Deli Serdang, Aparat Diminta Bertindak
Undang-Undang Tipikor pun jelas. Pasal 4 menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. Jadi, uang yang dikembalikan bukan berarti pelaku bisa lepas dari jerat hukum.
“Justru pengembalian dana ini memperkuat bukti bahwa tindak pidana telah terjadi. Ini adalah pengakuan bersalah secara tidak langsung,” tegasnya.
Arif menyerukan Kejaksaan Negeri Binjai untuk segera menaikkan status kasus ini ke tahap penyidikan agar bisa dilakukan tindakan paksa seperti pemanggilan saksi dan penyitaan dokumen.
Baca Juga: Pasar Murah Pemprov Sumut di 33 Kabupaten Kota, Stabilkan Harga Bahan Pokok