Realitasonline.id | Dalam kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka salah satu programnya adalah pemberantasan kemiskinan sebagai Asta Cita ke 6, dengan target penurunan kemiskinan ekstrem 0% pada tahun 2026 dan kemiskinan 5% pada tahun 2029.
Menyikapi Komitmen Presiden RI dan Wapres RI ini sejumlah awak media bertanya kepada Syaiful Syafri, salah seorang pekerja sosial (Peksos) di Sumut, akankah provinsi Sumut dapat menangani kemiskinan ekstrem di Sumut hingga turun 0% tahun 2026 dan 5% angka kemiskinan tahun 2029.
Atas pertanyaan awak media Syaiful Syafri menjawab ragu capaian kemiskinan ekstrem 0% di Sumut tahun 2026, melihat jumlah kemiskinan dan kemiskinan ekstrem dikaitkan jumlah pengangguran dan jumlah daerah Lokasi Komunitas Daerah Terpencil (KAT) di Sumut, sementara tenaga Peksos di Institusi Pemerintah Daerah baik Propinsi dan Kabupaten, Kota terbatas.
Dijelaskan bahwa berdasarkan data yang ada sampai akhir 2024 tingkat kemiskinan di Sumut masih 7,03% dan kemiskinan ekstrem ada 0,54 %, sementara angka pengangguran terbuka 5,60%, di samping masih ada masyarakat KAT di 12 Kabupaten dari 69 lokasi atau 2.984 KK tahun 2024.
Baca Juga: Bobby Nasution Mau Bangun 3 SMA Unggulan di Lokasi ini
Syaiful Syafri menjelaskan menangani kemiskinan dan kemiskinan ekstrem sesuai Pepres 186 tahun 2014 dan UU Nomor 13 tahun 2011, Pemerintah Daerah tidak cukup sebatas menyediakan anggaran, melainkan membutuhkan aparat pemerintah yang berlatar belakang Peksos yang mampu merencanakan program dan menangani secara profesional.
Para Peksos ini memiliki kompetensi yang memahami budaya, perilaku, latar belakang SDM, serta SDA dimana penyandang kemiskinan itu bertempat tinggal atau istilah sekarang Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) berada, dan sebagai seorang Peksos siap menjadi pendamping selama dilakukan pemberdayaan Sosial hingga masyarakat mandiri.
Apalagi untuk lokasi KAT seorang Peksos selalu siap untuk masuk ke lokasi KAT dengan berjalan kaki, menyebrangi sungai, naik dan turun gunung, melewati hutan yang ditempuh 6 jam, karena lokasi KAT bersifat tertutup, akses jalan sulit, jauh dari komunikasi dan informasi, yang umumnya berada di perbatasan dan pedalaman.
Baca Juga: Edarkan Sabu di Dekat Pesantren, Pria Ini Kembali Masuk Bui
Tidak usah jauh ke lokasi KAT yang di depan mata saja pemerintah daerah belum bisa menangani kemiskinan,, lihat di persimpangan2 jalan Kota Medan, seorang Ibu atau anak membawa balita mengemis di jalan, di kedai-kedai kopi secara bergantian 2 - 3 anak di usia sekolah mengemis, belum lagi kaum ibu atau Bapak yang terdapat di emperan jalan.