Komunikasi menjadi jembatan untuk mencapai tujuan tersebut. Penelitian Rasooly et al. (2022) memperkuat hal ini: komunikasi efektif antara perawat dan keluarga meningkatkan kepatuhan ibu dalam program gizi anak dan menurunkan risiko stunting secara nyata. Dengan komunikasi yang terbuka, keluarga tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi mitra aktif dalam perawatan dan pencegahan.
Dari Komunikasi Menuju Aksi Nyata
Pencegahan stunting dapat dimulai dari rumah dari meja makan, dapur, hingga posyandu terdekat. Beberapa langkah sederhana yang terbukti efektif antara lain:
1. Memenuhi gizi ibu hamil dan balita dengan protein, zat besi, dan kalsium.
2. Memberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama.
3. Memberikan MPASI bergizi sesuai usia.
4. Memantau pertumbuhan anak secara rutin di posyandu.
5. Menjaga kebersihan lingkungan dan sanitasi rumah tangga.
6. Membangun komunikasi terbuka antara keluarga dan tenaga kesehatan.
Penelitian Ashraf et al. (2024) menunjukkan bahwa intervensi gizi berbasis keluarga dan didukung tenaga kesehatan mampu menurunkan angka stunting hingga 13% dalam waktu satu tahun.
Artinya, pemberdayaan masyarakat yang berfokus pada edukasi dan perubahan perilaku benar-benar dapat membawa dampak nyata.
Kolaborasi yang Menyelamatkan Generasi
Stunting bukan tanggung jawab satu pihak. Keluarga, tenaga kesehatan, masyarakat, dan pemerintah harus saling
bergandengan tangan. Keluarga menjadi fondasi pertama tempat anak mendapatkan kasih sayang dan nutrisi terbaik.
Tenaga kesehatan hadir sebagai mitra yang memberikan edukasi, pendampingan, dan dukungan berkelanjutan.
Masyarakat berperan menjaga lingkungan yang sehat, sementara pemerintah menciptakan kebijakan dan fasilitas yang mendukung.
Melalui kolaborasi ini, pemberdayaan masyarakat menjadi jalan menuju perubahan berkelanjutan dari komunikasi menuju aksi nyata.
Menumbuhkan Harapan dari Rumah
Stunting bukan takdir. Ia adalah tanda bahwa kita harus lebih peduli.