Dalam konteks masyarakat, perawat berperan sebagai fasilitator edukatif. Mereka membantu warga belajar mengenali risiko kesehatan, memecahkan masalah, dan mengubah perilaku menuju hidup sehat.
Pendekatan ini dikenal dengan sistem supportive-educative dalam teori Orem. Di sinilah pemberdayaan menjadi nyata: masyarakat belajar untuk merawat dirinya, bukan sekadar dirawat. Contohnya dapat kita lihat dalam program Posyandu Mandiri dan Kampung Sehat di berbagai daerah di Sumatera Utara.
Program tersebut berhasil melibatkan kader dan masyarakat dalam pengawasan gizi anak, pemantauan penyakit kronis, serta edukasi kesehatan lansia.
Di balik keberhasilan itu, terdapat peran perawat yang tidak hanya memberikan layanan, melainkan juga menanamkan kesadaran dan kemampuan untuk mandiri.
Melalui teori Orem, pemberdayaan masyarakat bukan hanya sebatas penyuluhan atau kegiatan seremonial.
Hal ini merupakan pendekatan sistematis untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar mampu melakukan perawatan diri dan lingkungan secara berkelanjutan.
Ketika masyarakat mampu melakukan self-care, beban fasilitas kesehatan akan berkurang, dan kualitas hidup meningkat.
Oleh karena itu, pemerintah dan institusi pendidikan keperawatan perlu memperkuat kapasitas perawat komunitas dalam bidang manajemen pemberdayaan.
Pelatihan berbasis riset tindakan dan kolaborasi lintas sektor akan memperkaya peran perawat sebagai agen perubahan sosial.
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak diukur dari banyaknya rumah sakit, melainkan dari seberapa berdaya masyarakat menjaga kesehatannya sendiri.
Sebagaimana dikatakan Orem, “Perawat membantu manusia menjadi mandiri dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.” Masyarakat yang berdaya adalah masyarakat yang sehat.
Di balik masyarakat yang sehat, ada perawat yang bekerja dengan hati —mendampingi, mengajarkan, dan menumbuhkan kemandirian.