Oleh: Dr. Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS. & Zuleika Fadillah Lubis, S.Kep., Ners. (Program Studi Magister Ilmu Keperawatan USU)
Realitasonline.id - Di balik pintu tertutup ruang intensif, banyak perawat ICU menjalani malam yang tampak sunyi, tetapi sesungguhnya bising oleh suara alarm monitor, pompa infus, ventilator, dan detik jarum jam yang seolah berjalan lebih lambat ketika pasien kritis makin tidak stabil. Di titik ini, bukan hanya tubuh yang lelah—jiwa pun terkuras. Itulah wajah burnout yang sering tidak terlihat, tapi pelan-pelan menggerogoti kemanusiaan di ruang perawatan kritis.
Burnout di ICU: Angka yang Sesungguhnya Bicara
Berbagai penelitian terbaru menunjukkan bahwa perawat ICU adalah salah satu kelompok tenaga kesehatan dengan risiko burnout tertinggi di rumah sakit. Sebuah studi nasional tahun 2025 melaporkan lebih dari 59% perawat ICU mengalami burnout tingkat tinggi, lebih tinggi dibandingkan dokter ICU di rumah sakit yang sama.
Tinjauan sistematis tahun 2024 menunjukkan sekitar setengah perawat ICU di berbagai negara mengalami burnout, yang berhubungan erat dengan rendahnya kepuasan kerja dan keinginan untuk keluar dari pekerjaan.
Baca Juga: Generasi Lemas: Mengungkap Fakta Anemia Remaja di Indonesia
Dampaknya tidak berhenti pada tenaga kesehatan. Sebuah meta-analisis besar tahun 2024 menemukan bahwa burnout perawat berkaitan dengan turunnya mutu pelayanan, keselamatan pasien, dan kepuasan pasien.
Penelitian di Indonesia juga menguatkan gambaran tersebut: studi di beberapa ICU rumah sakit menunjukkan burnout berkaitan dengan beban kerja tinggi, stres kerja, dan rendahnya self-efficacy perawat di IGD dan ICU. Artinya, ketika perawat ICU “hampir habis” secara emosional, yang terancam bukan hanya dirinya, tetapi juga kualitas asuhan dan keselamatan pasien.
Epistemologi Emosional: Ketika Lelah Adalah Bentuk Pengetahuan
Dalam banyak wacana kesehatan, pengetahuan (knowledge) sering dipahami sebatas angka, grafik, dan hasil laboratorium. Namun filsafat keperawatan mengajak kita melihat lebih jauh: emosi perawat juga merupakan bentuk pengetahuan – inilah yang bisa kita sebut sebagai epistemologi emosional.
Baca Juga: Perawat dan Filsafat Ilmu: Menyembuhkan Tubuh, Menyentuh Jiwa
Lelah, marah, sinis, putus asa—sering dianggap hanya “masalah pribadi” yang harus ditekan demi profesionalisme. Padahal, penelitian tentang burnout perawat ICU menunjukkan bahwa kelelahan emosional (emotional exhaustion) berhubungan langsung dengan niat perawat untuk keluar kerja, menurunkan kinerja, dan melemahkan ketahanan psikologis.
Dari kacamata epistemologi, emosi-emosi ini adalah “data” tentang sistem yang tidak sehat:
a) Rasio perawat–pasien yang tidak manusiawi,
b)Budaya kerja yang hanya menuntut produktivitas tanpa ruang pemulihan,
c)Konflik moral ketika perawat merasa tidak mampu memberikan asuhan sesuai hati nurani.