Para pemilik kapal pukat terlarang itu, Kata dia, jelas telah melanggar Undang Undang no 45 tahun 2009 pasal 85 dan pasal 93 tentang perikanan; barang siapa memiliki, menguasai, menggunakan alat tangkap yang merusak ekosistem laut diancam dengan pidana 7 tahun penjara dan denda Rp2 miliar sedangkan bagi pengusaha kapal yang memanipulasi izin alat tangkap diancam pidana 9 tahun penjara.
“Belum lagi disinyalir sejumlah kapal trawl berskala besar melanggar aturan administratif seperti tidak memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI), Surat izin usaha perikanan (SIUP), Surat laik Operasi (SLO) dan Surat persetujuan Berlayar (SPB) dari instansi terkait,"pungkasnya.
Menelisik Sejarah Pukat Trawl di Asia Tenggara dan Indonesia Peneliti Antropologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dedi S Adhuri mengatakan penggunaan Trawl di Indonesia dimulai pada pertengahan 1960-an bersamaan dengan penggunaanya di Malaysia dan Selat Malaka.
Kemudian di tahun 1971 mulai bergerak ke pantai Utara Jawa dan juga Cilacap. Saat itu ada 800 armada pengguna trawl, dan meningkat menjadi 935 armada pada 1974. Dan ada 230 unit Kapal menggunakan Trawl di Cilacap. Jumlahnya terhenti total setelah presiden Soeharto melarang penggunaan pukat trawl melalui aturan No.39/1980, yang kemudian direvisi tahun 1982.
Sejak itu pula perusahaan besar bergerak ke Indonesia bagian timur dengan skema joint venture. Sejak saat itulah terjadi eksploitasi besar-besaran memakai alat tangkap pukat trawl, khususnya di laut Arafura. Sampai akhirnya ketika Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengambil berbagai kebijakan Penyelamatan laut dan sumberdaya yang ada dan kapal asingnya mulai hilang.
Namun, menurutnya pencurian ikan di laut Indonesia khususnya di Selat Malaka dan juga di laut Jawa tidak pernah berkurang hingga saat ini, tetapi lebih serius di Selat Malaka tidak ada pengurangan dari praktek penggunaan alat tangkap trawl, kecuali saat presiden Soeharto mengimplementasikan peraturan larangan penggunaan Trawl pada tahun 1980-an. Setelah itu sebagian lagi menggunakan alat tangkap ini dengan nama lain atau berbagai macam strategi.
"Itulah sejarah permasalahan alat tangkap trawl di Asia tenggara dan di Indonesia," jelas Dedi.