OLEH: Dr. Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS & Lela Hotma Rezeki SiringoRingo, S.Kep., Ns (Program Studi Magister Ilmu Keperawatan F.Kep USU)
Realitasonline.id - Di era modern yang ditandai dengan kemajuan teknologi, dinamika sosial, serta perubahan pola penyakit yang semakin kompleks, kehadiran profesi perawat tidak lagi dapat dipandang sebagai pelengkap layanan kesehatan. Perawat telah berdiri sebagai profesi mandiri dengan landasan keilmuan yang kuat,
terstruktur, dan teruji. Perspektif inilah yang menjadi penting untuk dikedepankan, terutama bila dibaca melalui kaca mata filsafat ilmu, yang sejak lama menjadi fondasi untuk menilai eksistensi sebuah disiplin ilmu.
Baca Juga: PHAT Disebut - Sebut Picu Kerusakan Hutan, Bupati Tapsel Angkat Bicara
Dalam pandangan filsafat ilmu, suatu bidang dapat disebut sebagai ilmu mandiri apabila memiliki objek kajian khusus, metode ilmiah sendiri, konsep-konsep inti yang
berkembang, serta kontribusi nyata bagi masyarakat. Keperawatan memenuhi seluruh kriteria ini. Keperawatan tidak hanya berfokus pada penyakit, tetapi pada manusia sebagai makhluk utuh—meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual. Fokus pada “human response” terhadap kondisi kesehatan menjadikan keperawatan punya wilayah kajian yang berbeda dari kedokteran, farmasi, atau profesi kesehatan lainnya.Lebih jauh perkembangan teori-teori keperawatan memperkuat posisi keperawatan sebagai ilmu yang mandiri. Tokoh-tokoh keperawatan seperti Nightingale, Roy, Orem, Watson, hingga Pender telah menghadirkan berbagai kerangka teoretis yang konsisten diuji melalui penelitian ilmiah dan diterapkan dalam praktik klinis. Ini menunjukkan bahwa keperawatan bukan sekadar praktik turun-temurun, melainkan disiplin ilmiah yang terus berkembang melalui siklus teorisasi, riset, dan aplikasi.
Baca Juga: Peringati Hakordia, Pelindo Regional 1 Perkuat Budaya Antikorupsi
Namun di tengah kemajuan tersebut, masih terdapat tantangan eksistensi yang dihadapi perawat, terutama dalam persepsi publik. Tidak jarang perawat masih dipandang sebagai “pembantu dokter”, padahal peran perawat jauh lebih luas dan
kompleks. Perawat adalah decision maker, care manager, patient educator, advocator, serta garda terdepan dalam menjaga keselamatan pasien (patient safety). Perawat
bekerja dengan otonomi profesional, mengambil keputusan klinis berdasarkan penilaian komprehensif, dan melaksanakan intervensi keperawatan mandiri sesuai standar praktik.
Di era pascapandemi COVID-19, eksistensi mandiri keperawatan semakin terlihat. Ketika sistem kesehatan runtuh dan banyak tenaga kesehatan tumbang, perawat tetap berdiri di garis depan, memastikan kebutuhan dasar, pemantauan ketat, edukasi, serta dukungan psikososial tersedia bagi pasien dan keluarga. Peran tersebut tidak bisa dilakukan hanya dengan “instruksi”, tetapi membutuhkan kompetensi ilmiah, penalaran klinis, serta etika profesional yang matang. Dari titik
inilah publik mulai memahami bahwa perawatan bukan sekadar pekerjaan,
melainkan ilmu dan seni yang hanya bisa dijalankan melalui pendidikan
tinggi yang sistematis dan berbasis riset.
Selain itu, perkembangan evidencebased nursing mempertegas keperawatan sebagai ilmu yang dinamis. Setiap tindakan keperawatan kini dituntut untuk
berbasis bukti ilmiah yang valid, bukan kebiasaan. Gerakan ini mendorong lahirnya budaya penelitian, inovasi, hingga pendidikan tinggi keperawatan yang lebih kuat. Data WHO menunjukkan bahwa perawat adalah tenaga kesehatan terbesar di dunia, sehingga peningkatan kapasitas ilmiah mereka berkontribusi signifikan terhadap
ketahanan sistem kesehatan suatu negara.
Di Indonesia, perkembangan keperawatan sebagai ilmu mandiri juga semakin nyata. Lahirnya jenjang pendidikan magister dan doktor keperawatan, berdirinya organisasi
profesi yang kuat, serta semakin luasnya peran perawat dalam pelayanan primer dan komunitas menjadi bukti bahwa keperawatan terus bergerak menuju kemandirian
epistemologis. Perawat tidak lagi sekadar pelaksana tugas, melainkan
ilmuwan terapan yang mampu memecahkan masalah kesehatan
masyarakat melalui penelitian, inovasi teknologi, dan pelayanan
berorientasi manusia.
Namun demikian, perjuangan belum selesai. Eksistensi sebagai ilmu mandiri perlu terus diperkuat melalui:
• peningkatan literasi publik tentang profesi perawat,
• dorongan terhadap penelitian dan publikasi ilmiah,
• penguatan otonomi praktik keperawatan,