Jakarta - Realitasonline.id | Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritisi Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).
Diketahui sebelumnya AMIN telah menandatangani 13 poin Pakta integritas dari forum Ijtima Ulama pada 1 Desember 2023
KontraS berpendapat bahwa isi perjanjian dalam pakta integritas tersebut bertentangan dengan komitmen AMIN
Baca Juga: Covid-19 Melunjak, Malaysia Kembali Serukan Penggunaan Masker dan Suntik Booster
AMIN sebelumnya menyatakan komitmennya untuk menjamin kebebasan berekspresi dan menyelesaikan pelanggaran HAM berat.
"Ini jelas memang kemudian menjadi terang gitu ya, bahwa ada kontradiksi antara pernyataan Pak Anies gitu ya ketika berbicara soal menciptakan lingkungan kebebasan yang setara di semua lapisan masyarakat," kata Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya Saputra, Jumat (15/12/2023).
Dimas menyebut salah satu poin Pakta Integritas yang bertentangan dengan klaim komitmen AMIN untuk menyelesaikan HAM berat ada pada poin 2.
Baca Juga: Buka Munaslub APEKSI Di Bogor, Jokowi Dorong Setiap Kota Punya Strategi dan Gagasan Besar
Pada poin itu dijelaskan AMIN harus bersedia menjalankan amanat TAP MPRS no. XXV tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan Pelarangan Penyebaran Paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme.
Melalui Pakta itu, AMIN juga dituntut untuk mencabut Keppres No. 17 tahun 2022 dan Keppres No. 4 tahun 2023 serta Inpres No. 2 tahun 2023.
Menurut Forum Ijtima Ulama, mereka yang dianggap korban peristiwa 1965-1966 justru adalah pelaku.
Baca Juga: PKB Minta Istana Di Pasang Kentongan, Jazilul Fawaid : Pengingat Demokrasi Ada Masalah
Dimas mengingatkan AMIN dalam visi-misinya mengklaim ingin menyelesaikan pelanggaran HAM berat secara berkeadilan dan komprehensif.
Ia menyebut itikad itu sudah baik. Sebab, Peristiwa 1965-1966 merupakan beban moral bangsa. Hal tersebut juga diafirmasi oleh penyelidikan pro justisia yang dilakukan oleh Komnas HAM.