realitasonline.id - Pada akhir perdagangan Senin (12/2/2023) hingga pukul 15.00 WIB kurs rupiah di pasar spot tampil perkasa usai libur panjang. Di mana kurs rupiah spot ditutup di level Rp 15.595 per dolar Amerika Serikat (AS).
Ternyata, hal ini membuat kurs rupiah spot menguat 0,26% dibanding penutupan Rabu (7/2) di Rp 15.635 per dolar AS. Alhasil, rupiah menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia.
Di mana pergerakan mata uang di kawasan cenderung menguat. Di mana, baht Thailand berada satu level di bawah rupiah setelah naik 0,18%.
Baca Juga: Analis Pasar: Pergerakan Kurs Rupiah Diprediksi Bergerak Sideways di Awal Pekan Ini
Selanjutnya, won Korea Selatan yang sudah ditutup menanjak 0,13% dan yen Jepang yang terapresiasi 0,11%. Disusul, dolar Singapura yang juga naik 0,11%.
Sedangkan, rupee India yang terlihat menguat tipis 0,06% terhadap the greeback di sore ini.Baca Juga: Analis Pasar: Ketegangan Geopolitik Bisa Mendorong Pasar Keluar dari Aset Berisiko dan Menekan Kurs RupiahKemudian, peso Filipina menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia setelah ditutup turun 0,28%.
Diikuti, dolar Hongkong yang melemah tipis 0,008% pada perdagangan hari ini.
Sebelumnya, Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana memperkirakan, rupiah akan cenderung sideways dengan kecenderungan sedikit menguat seiring dengan penurunan indeks dolar. Sebab, belum akan ada data ekonomi yang signifikan dapat menggerakkan rupiah.
Fikri memproyeksikan pergerakan rupiah di kisaran Rp 15.540 per dolar AS-Rp 15.740 per dolar AS.
"Investor masih menunggu data inflasi AS dan sejumlah data dari dalam negeri pada Selasa," kata Fikri
Penguatan nilai tukar rupiah didorong revisi turun inflasi AS. Sehingga ada ekspektasi penurunan Fed Rate lebih cepat.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong berpendapat, rupiah justru diperkirakan masih akan tertekan oleh faktor internal pilpres 2024. Walau demikian, koreksi pada dolar AS setelah revisi ke bawah pada inflasi AS bisa mendukung rupiah.
"Sentimen luar data ekonomi domestik yaitu data perdagangan dan penjualan ritel dan dari eksternal investor menantikan data inflasi AS," sebutnya.