Orang yang memiliki rasa malu kepada orang lain, maka ia tidak akan berani melakukan kesalahan atau kesalahan di hadapan orang lain.
Baca Juga: Mampu Atasi Masalah Gusi dan Sakit Gigi, Ini Segudang Fakta Menarik Tanaman Putri Malu
Dalam pandangan Islam, rasa malu atau hayaa memiliki keutamaan yaitu merupakan salah satu karakteristik yang membedakan antara tindakan yang layak dan perilaku yang tidak pantas.
Rasa malu memotivasi seseorang untuk melakukan perbuatan baik, menjauhi dosa, dan menjaga martabat diri serta nilai-nilai agama.
Rasa malu bukan sekedar perasaan tetapi juga merupakan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang muslim yang memiliki rasa malu akan selalu berusaha untuk menjalani kehidupan yang mencerminkan iman dan moralitas Islam yang tinggi.
Dengan menjaga rasa malu, seorang muslim dapat memberikan teladan yang baik dalam masyarakat.
Ibnu Qayyim al-Jawziyya telah memberikan pandangan yang mendalam mengenai konsep malu dan bagaimana hal ini berkaitan dengan kehidupan dan iman.
Baca Juga: Melawan Rasa Malu Berlebihan: Membuka Jalan Menuju Perkembangan Diri
Dalam pemikirannya, ia menggambarkan malu sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dari vitalitas hati seseorang.
Rasa malu mencerminkan kehidupan hati yang lebih kuat, sementara kurangnya malu berhubungan erat dengan ‘kematian hati’, yaitu keadaan di mana kepedulian terhadap nilai-nilai moral dan etika memudar.
Kata-kata bijak Umar bin Khattab, salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, menegaskan pentingnya malu dalam konteks kehati-hatian dalam beragama atau “wara’.”
Jika seseorang memiliki sifat malu, maka ia cenderung lebih berhati-hati dalam menjalankan ajaran agama dan mematuhi norma-norma moral.
Sebaliknya, ketika malu berkurang, hati individu dapat menjadi mati terhadap nilai-nilai tersebut.
Ini mengingatkan kita pada peran penting malu dalam menjaga integritas moral dan spiritual seseorang.