Beban bagi mahasiswa baru itu juga bertambah dengan penerapan IPI. Mahasiswa, menurut KA, tidak dilibatkan sama sekali.
Kami tidak dilibatkan dalam hal ini. Yang dapat edaran itu baru di kampus. Di luar, di tengah masyarakat tidak tahu. Aksi itu merupakan bentuk solidaritas kepada mahasiswa baru, kata KA usai memenuhi panggilan Polda Riau, Rabu (8/5/2024).
Aksi protes dan kritikan yang kemudian diunduh ke media sosial, menurut KA adalah gerakan dan keputusan bersama. Bukan inisiasi pribadi. Maka dirinya terkejut soal laporan Rektor.
Dirinya pun merasa heran, mengapa Rektor langsung melaporkan ke Polisi.
Bahkan dirinya merasa tidak menerima teguran bahkan tidak pernah menerima somasi terlebih dahulu soal unggahan di sebuah akun media sosial itu.
"Aksi kami lakukan pada pertengahan Maret dan pada 23 April baru tahu dilaporkan,” katanya.
Atas laporan itu, KA bersama BEM Tim Advokasi permasalahan UKT dan IPI ini sudah berupaya melakukan komunikasi dengan Rektor.
Namun mereka tidak mendapat tanggapan, hingga ada panggilan dari Polda Riau. "Tadi (kemarin, red) dipanggil terkait jadwal mediasi dengan pihak Rektor di Polda Riau,” kata dia.
KA berharap permasalahan protes, aksi mahasiswa, dan unggahan di media sosial tersebut dapat diselesaikan secara internal kampus.
Namun saat ini dirinya mengikuti dulu anjuran Polda Riau terkait mediasi dengan Rektor Sri Indarti.
Informasi yang dihimpun, kebijakan IPI sendiri tertuang dalam Surat Keputusan Rektor Nomor 496/UN19/KPT/2024 tentang Penetapan Besaran IPI pada Program Studi di Lingkungan Universitas Riau 2024.
Besaran uang pangkal tersebut di antaranya paling tinggi Program Studi Pendidikan Dokter sebesar Rp115 juta.
Kemudian uang pangkal sebesar Rp20 juta terdapat di tujuh program studi (prodi) di antaranya Teknik Arsitektur, Teknik Kimia, Teknik Sipil, Teknik Lingkungan, Teknik Mesin, dan Sistem Informasi.