Realitasonline.id-Jakarta |Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan pengujian materi Pasal 30C Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang berkaitan dengan kewenangan jaksa untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).
Putusan ini disampaikan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pada Kamis (26/9), yang mengesahkan Putusan Nomor 63/PUU-XXII/2024.
Dalam sidang tersebut, semua hakim konstitusi hadir untuk mendengarkan keputusan yang telah ditetapkan.
Permohonan tersebut diajukan oleh Jaksa Jovi Andrea Bachtiar, selaku Pemohon I, dan Hartati, seorang ibu rumah tangga yang menjadi Pemohon II.
Baca Juga: Dibuka Oktober, Begini Cara Daftar dan Jadwal PPPK 2024
Mereka mempertanyakan kewenangan jaksa untuk melakukan PK sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 30C huruf h UU Nomor 11 Tahun 2021, yang telah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui Putusan MK Nomor 20/PUU-XXI/2023.
Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa penambahan objek permohonan yang terkait dengan Pasal 54 UU MK tidak relevan dengan substansi norma yang dimohonkan.
Menurutnya, norma yang dimohonkan berkaitan dengan kewenangan Mahkamah untuk meminta keterangan pihak-pihak yang dianggap memiliki urgensi dan relevansi dalam perkara pengujian undang-undang.
"Karena itu, penambahan objek permohonan Pasal 54 UU MK haruslah dikesampingkan karena hal tersebut berkaitan dengan ketidakterpenuhan syarat formil dalam pengajuan permohonan di Mahkamah Konstitusi, sehingga Mahkamah tidak akan mempertimbangkan lebih lanjut terhadap pengujian norma a quo,” tegas Enny.
Baca Juga: Lana Del Rey Resmi Menikah dengan Jeremy Dufrene
Sebelumnya, melalui putusan Nomor 20/PUU-XXI/2023, MK sudah menegaskan bahwa penambahan kewenangan jaksa untuk mengajukan PK bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Dalam putusan tersebut, MK menjelaskan bahwa dengan disisipkannya Pasal 30C huruf h UU Nomor 11/2021, telah terjadi penambahan kewenangan bagi kejaksaan, khususnya dalam hal pengajuan PK, tanpa disertai penjelasan yang jelas mengenai substansi pemberian kewenangan tersebut.
MK juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa penambahan kewenangan ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Selain itu, ada potensi penyalahgunaan kewenangan oleh jaksa, terutama dalam pengajuan PK terhadap perkara yang sudah dinyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.