realitasonline.id - Selain logam, ada praktik susuk lain menggunakan material organik. Misalnya dengan bilah bambu kecil, kumbang Samber Lilen (Chrysochroa fulminans, dengan kulit hijau mengkilat), serta bunga kantil.
“Saya bisa aja nyusuk pakai barang hidup, tapi hukumnya tidak boleh. Saya enggak berani, risikonya [dari sisi klenik] terlalu besar,” ujar Dadap sambil menjentikkan rokoknya di asbak.
Dadap punya kemampuan nyusuk sejak berusia 22 tahun. Ilmu itu diwarisi sang kakek yang merupakan pinisepuh kepercayaan desanya.
“Dulu saya cucu yang paling mbeling [nakal] jadi mungkin dia khawatir, makanya ilmu dikasih ke saya,” ujarnya.
Dulunya Dadap pemimpin sebuah kelompok silat dan mengaku rutin nyusuk tubuh anak buahnya sebelum bertanding di kompetisi maupun tanding di jalanan.
Namun kini, ia paling tidak mau nyusuk anggota perguruan silat.
“Saya takut kekuatannya dibuat main-main”.
Pasien susuk Dadap saat ini datang dengan berbagai kepentingan yang bisa dikelompokkan ke tiga kategori besar: yaitu pengobatan, kekuatan, serta pengasihan. Kepentingan ini yang menentukan posisi dan jumlah pemasangan susuk di tubuh.
Untuk tujuan pengobatan, susuk umumnya dipakai mengobati gejala ringan, seperti masuk angin, nyeri sendi, dan kecapekan.
Susuk jarang digunakan mengobati penyakit berat atau disabilitas, karena sifatnya memaksimalkan hal yang telah dimiliki seseorang, bukan memunculkan kemampuan yang tak ada sebelumnya.
Susuk untuk kekuatan paling banyak dipakai orang-orang dengan pekerjaan mengandalkan fisik.
Misalnya kuli bangunan, kuli angkut, preman, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebelum berangkat ke luar negeri, bahkan petinju.
Tujuannya sebagai penambah tenaga dan perlindungan dari sakit maupun ancaman luar.
“Saya sering lihat acara tinju di TV itu, wah ada petinju Indonesia yang tangan dan badannya itu penuh susuk semua. Pantas saja jagoan” ujar Dadap tertawa.
Selain mereka, biasanya susuk jenis ini juga dipakai untuk memaksimalkan kemampuan, dipasang di bagian tubuh tertentu yang digunakan.