Hal ini tidak hanya membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil tetapi juga membuka peluang besar bagi industri baterai lokal, mengingat Indonesia adalah salah satu produsen nikel terbesar di dunia, bahan baku utama untuk baterai EV.
Selain itu, kendaraan listrik juga berpotensi menciptakan lapangan kerja baru di sektor manufaktur, layanan, dan infrastruktur pendukung, seperti pengembangan SPKLU dan pusat daur ulang baterai.
Tantangan yang Harus Dihadapi
Baca Juga: Perbandingan Fitur Yamaha Fino Grande vs Yamaha Lexi: Pilih yang Pas untuk Gaya dan Kebutuhanmu
Meski prospeknya menjanjikan, adopsi kendaraan listrik di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, di antaranya:
- Harga Kendaraan yang Relatif Mahal
Kendaraan listrik masih memiliki harga lebih tinggi dibandingkan kendaraan berbahan bakar konvensional, meskipun insentif pemerintah telah membantu mengurangi disparitas ini.
- Infrastruktur yang Belum Merata
SPKLU saat ini masih terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Perluasan ke wilayah-wilayah lain menjadi tantangan utama.
- Edukasi Konsumen
Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami manfaat kendaraan listrik, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Edukasi yang lebih luas diperlukan untuk mendorong adopsi.
Tren kendaraan listrik di Indonesia diproyeksikan akan terus tumbuh di tahun 2025, didorong oleh insentif pemerintah, investasi infrastruktur, dan kolaborasi industri. Namun, untuk mencapai potensi penuh, tantangan seperti harga kendaraan, pemerataan infrastruktur, dan edukasi masyarakat perlu segera diatasi.
Dengan langkah-langkah strategis, Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam revolusi kendaraan listrik di kawasan Asia Tenggara.(KN)