Harianto Ginting menekankan pentingnya peran Bawaslu menjaga netralitas ASN, khususnya di tengah berlangsungnya proses Pilkada Serentak 2024 Kabupaten Langkat. "Dengan adanya ancaman sanksi pidana, diharapkan para Kepala Daerah dan Calon Kepala Daerah lebih berhati-hati dalam menjaga etika demokrasi agar Pilkada berlangsung dengan jujur dan adil," tegasnya.
Baca Juga: DPRD Medan Minta Pemko Tindak Kepling Tidak Netral
Merunut perundang-undangan tentang Pilkada, Harianto Ginting mengingatkan bahwa pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Langkat bisa saja menghadapi ancaman pidana jika terlibat dalam pengerahan bawahannya untuk memilih Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati pada Pemilukada 2024.
“Di regulasi pemilihan kali ini ada sanksi pidana yang mengancam Pejabat Negara, Pejabat Daerah, ASN, dan Kepala Desa jika mereka membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon,” katanya.
Sanksi ini diatur dalam Pasal 188 Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dimana pelanggar dapat dijatuhi hukuman penjara antara satu hingga enam bulan, serta denda mulai dari Rp600 ribu hingga Rp6 juta.
Baca Juga: DPRD Medan Minta Pemko Tindak Kepling Tidak Netral
Harianto juga mengungkapkan, kekhawatirannya mengenai potensi pelanggaran netralitas ASN dalam Pilkada kali ini. "Potensi pengarahan ASN kepada bawahan itu ada. Kategorinya rendah, tetapi kecenderungannya bisa meningkat,” jelasnya.
Dalam konteks kampanye, ASN dilarang menggunakan atribut kampanye atau terlibat secara aktif. Peserta kampanye adalah warga masyarakat, kecuali ASN dan Kepala Desa, Lurah atau Camat.
Dalam politik praktis, Pengurus Parpol, Calon/Paslon, Tim Kampanye/Tim Sukses, Simpatisan atau Relawan, merupakan pihak yang terlibat langsung dalam memenangkan Parpol, Calon, Paslon sebagai peserta Pemilu dan Pilkada.
Baca Juga: Jelang Pilkada 2024, Pjs Bupati Toba Agustinus Panjaitan Tegaskan ASN Harus Netral
Dari berbagai peran komponen masyarakat dalam Pemilu atau Pilkada, terlihat ada beberapa Kepala Desa dan Perangkat Desa, Camat dan Lurah, ikut serta dalam berpartisipasi dalam Politik Praktis. Sehingga, muncul pertanyaan dan perdebatan ditengah-tengah masyarakat, apakah Kepala Desa dan Perangkat Desa boleh ikut dalam Politik Praktis?
Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dalam Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa, Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Kepala Daerah, Bupati atau Walikota.
Dalam Undang-Undang tersebut, Kepala Desa memilki peran sebagai pihak yang netral. Kepala Desa dilarang untuk ikut serta dalam politik praktis, tidak bisa menjadi pengurus partai politik atau anggota partai politik dan tidak dapat juga menjadi tim kampanye atau tim sukses peserta Pemilu atau Pilkada.
Baca Juga: Pj Bupati Bener Meriah: ASN Jaga Netralitas dalam Pilkada!
Perangkat desa yang terdiri dari Sekretariat Desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis. Hal tersebut diatur UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Kepala Daerah.