Oleh Dr Muktarruddin MA (Ketua MUI Kecamatan Percut Sei Tuan/Dosen UIN SU Medan)
Tidak sedikit kalangan yang kurang setuju perpindahan ibukota dari Jakarta ke pulau Kalimantan. Mereka beranggapan bahwa Jakarta kota bersejarah dan perlu diabadikan selamanya sebagai ibukota negara. Ada juga yang tidak setuju karena Jakarta sudah cukup strategis dari sisi geografis bahkan ada juga yang mengkhawatirkan dari sisi politik dan ekonomi kalau ibukota dipindahkan ke Kalimantan maka wawasan ketahanan nasional terancam. Hal itu karena Pulau Kalimantan berbatasan langsung negara lain.
Mengapa pemindahan ibukota mendesak, mengingat padatnya kota Jakarta yang setiap tahunnya menerima arus urbanisasi. Untuk tahun 2023 Kemenhub memprediksi tidak kurang dari empat puluh ribu orang akan memasuki kota Jakarta. Pertanyaannya, masih perlukah urbanisasi saat ini, mengingat besarnya perhatian pemerintah pusat terhadap desa.
Baca Juga: Camat Medan Sunggal Sisir Sampah Malam Hari di Sejumlah Jalan Kota Medan
Negara menggelontorkan 28,35 persen dari APBN untuk dana desa sehingga tahun 2020 saja setiap desa mendapatkan 960 juta rupiah. Semua itu dilakukan menuju desa berdaya melalui dana desa. Bahkan jabatan kepala desa berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 pasal 39 selama enam tahun dan dapat diangkat tiga kali berturut-turut maupun tidak berturut-turut.
Maka jika dianalisis kondisional dan faktual budaya urbanisasi tidak perlu dilakukan lagi mengingat banyaknya potensi yang dapat dikembangkan di desa dan daerah yang bisa menghasilkan income jauh mengalahkan pendapatan masyarakat perkotaan.
Baca Juga: Sungai Sibuni-buni Meluap Genangi Rumah Warga dan Tembok RSU Tarutung Amblas
Penegembangan potensi ekonomi Pedesaan
Pertama, meningkatkan intensifikasi pertanian. Para petani sudah saatnya memaksimalkan penggunaan lahan pertanian. Bagaimana memanfaatkan lahan yang sedikit bisa mendapatkan berbagai jenis tanaman dan hasil yang lebih dari cukup. Karena selama ini masyarakat lebih kepada ekstensifikasi daripada intensifikasi. Akibatnya banyak lahan yang tidak maksimal digunakan untuk pertanian.
Kedua, pemilihan jenis tanaman harus berorientasi pasar. Tidak bisa tidak, dalam memilih jenis tanaman para petani harus berorientasi pasar sehingga hasil pertaniannya bernilai ekonomi tinggi. Selama ini para petani menanam jenis tanaman itu ke itu saja belum berfikir mengembangkan jenis tanaman lain yang lebih prospek secara ekonomi. Sebut saja tanaman sawit sangat menjajnjikan secara ekonomi tapi tidak bersahabat dengan tanaman lain.
Ketiga, melirik potensi pengembangan peternakan dan budidaya ikan. Terutama peternakan unggas seperti ayam kampung, ayam potong yang pasokannya kurang bahkan didatangkan dari daerah lain. Demikian juga ketersedian ikan di perkotaan yang juga tidak stabil karena keterbatasan pasokan. Maka desa menjadi tempat yang strategis penembangan peternakan selain pertanian jenis tanaman.
Keempat, pengembangan wisata kuliner dan wisata alam. Salahsatu yang menjadi kesenangan masyarakat Indonesia manakala memiliki uang lebih adalah menikmati kuliner. Jika lokasinya indah makanannya enak kemanapun akan dicari. Ketika seorang memasuki satu daerah yang pertama ditanya adalah apa makanan khas disini atau dimana tempat makanan yang enak di daerah ini.
Baca Juga: BPBD Sumut: Antisipasi Cuaca Dinamis dan Ekstrem Di Sumatera Utara Kasus Banjir Bandang Sembahe
Terkait wisata alam, kejenuhan masyarakat sehari-hari menuntunnya membutuhkan tempat rileks dan menghilangkan penat sehari-hari maka lokasi wisata menjadi pilihan. Namun dari sekian potensi wisata di pedesaan tidak dikelola dengan profesional sehingga tidak menarik dan mendatangkan nilai ekonomi.