Realitasonline.id-Sumba | Kasus pemerkosaan dan perbudakan terhadap seorang gadis berusia 17 tahun di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), baru-baru ini menjadi viral di media sosial.
Korban, berinisial I, mengalami kekerasan seksual dan fisik sejak masih anak-anak hingga saat ini. Bahkan, korban hamil dan melahirkan akibat kekerasan yang dialaminya, namun pelaku belum juga ditindak. Kasus ini menjadi perhatian publik setelah banyak dibagikan di berbagai platform sosial.
Korban, I, telah menjadi korban pemerkosaan sejak duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar (SD) oleh majikannya di Sumba, NTT. Pemerkosaan tersebut berlangsung berkali-kali hingga korban berusia 17 tahun.
Bahkan setelah korban hamil, sang majikan tetap memperkosanya tanpa henti. Selain itu, korban juga terus menjadi sasaran kekerasan fisik jika menolak keinginan majikannya. Pada saat korban dalam kondisi menyusui, majikan masih memaksanya untuk melayani nafsunya.
Baca Juga: Polisi Lakukan Penyelidikan Usai Puluhan Penonton Kehilangan HP di Konser Tipe-X Sukoharjo
Dalam pengakuannya, korban mengungkapkan bahwa ia juga mengalami kekerasan psikologis dari istri majikan yang menyalahkannya atas semua kejadian tersebut.
Setiap kali korban mencoba mengadukan perlakuan majikannya kepada istri pelaku, ia malah dicap sebagai perempuan "gatal" dan disalahkan. Korban juga dipaksa diam dan diancam agar tidak menceritakan penderitaannya kepada orang lain.
Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Waingapu, Sumba Timur, NTT. Namun, hingga saat ini, perkembangan kasus tersebut masih stagnan.
Menurut laporan yang viral di media sosial pada Jumat (25/10), pihak kepolisian belum mengambil langkah tegas meskipun kasus ini sudah cukup lama dilaporkan.
Unggahan tersebut awalnya dibagikan oleh akun Instagram NTT Talk, yang menyuarakan kekhawatiran dan keprihatinan terhadap nasib korban.
Dalam unggahannya, akun tersebut mengungkapkan bahwa korban telah dianiaya dan dirudapaksa oleh majikannya sejak kecil. Bahkan ketika korban hamil dan melahirkan, perlakuan keji tersebut masih terus berlanjut.
Akun tersebut menyoroti ketidakadilan yang dialami oleh korban, mempertanyakan apakah status sosial korban sebagai "hamba" membuatnya harus menerima perlakuan tidak manusiawi dari majikannya.
Dalam pengakuan korban yang dikutip oleh pendampingnya, Michel Theddy, korban mengungkapkan penderitaannya yang telah berlangsung bertahun-tahun.