Bahkan tersempit sepanjang sejarah. Sehingga, perlu kebijakan yang prudent untuk menghindari peningkatan aktivitas spekulatif ketika sentimen eksternal memburuk.
Seperti diketahui, Bank Indonesia telah meluncurkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan SVBI ketika pemerintah memasuki akhir siklus anggaran di mana lebih sedikit penerbitan.
Tujuannya adalah untuk menarik dana asing tetap mengalir dengan memberikan mereka pilihan instrumen yang kompetitif.
Kedua, surplus dagang mulai menyempit setelah booming komoditas berakhir. Ini berdampak pada lebih sedikit dolar yang dikumpulkan dari ekspor daripada yang dikeluarkan untuk membayar impor.
Dikombinasikan dengan spread suku bunga yang sempit, kondisi ini membuat spekulan bergerak aktif untuk mencari keuntungan dari fluktuasi jangka pendek.
“Saya mengharapkan suku bunga di negara maju segera turun sehingga berdampak positif bagi perekonomian global,” imbuhnya.
Suhindarto menjelaskan, suku bunga rendah akan memacu pertumbuhan ekonomi global lebih tinggi karena mendorong permintaan rumah tangga yang pada gilirannya akan mendorong permintaan komoditas lebih tinggi karena produsen berusaha untuk meningkatkan produksi mereka.
Ketiga, sentimen eksternal seperti risiko geopolitik dan kebijakan suku bunga. Situasi ini membuat investor risk averse dan berusaha menghindari aset berisiko di negara-negara berkembang.
Sehingga menempatkan lebih banyak tekanan pada negara-negara dengan neraca pembayaran yang lemah karena nilai tukar mereka lebih rentan.***