realitasonline.id - Susuk yang dipasang Dadap, dalam jangka waktu tertentu berubah jadi cairan dan keluar dari tubuh bersama air kencing atau keringat.
Ini akan terjadi jika tugas sudah selesai. Durasi pemakaian susuk pun bermacam sesuai kesepakatan. Bisa seminggu, setahun, bahkan seumur hidup.
Pemasangan susuk diklaim tak meninggalkan jejak fisik apapun, sehingga tak bisa dideteksi.
Hanya mereka dengan sensibilitas dan kepekaan yang biasanya bisa mendeteksi pemakai susuk.
Itupun sangat sulit dipastikan, sebab meski tak pamali untuk menceritakan, kebanyakan pemakai susuk merahasiakan hal ini.
Susuk sejak dulu sampai sekarang dianggap tabu, apalagi jika dibenturkan dengan dogma agama.
Berkaca pada pengalaman kakek Blarak, efek samping Susuk juga membuatnya punya kesan negatif tersendiri.
Susuk hanya bisa keluar dengan tiga cara. Pertama, susuk melebur lalu keluar dalam bentuk cair, seperti cara Dadap.
Kedua, jika masih berwujud, susuk hanya bisa dicabut oleh orang yang memasang atau orang dengan “mahzab” ilmu yang sama.
Ketiga, lewat operasi medis, tapi cara ini paling jarang dilakukan karena biasanya susah dideteksi.
“Mengeluarkan susuk dalam bentuk wujud itu kurang efisien. Harusnya dicairkan aja biar keluar sendiri, tidak berat tenaganya,” ujar Dadap.
Menurutnya, kesaktian si dukun pemasang juga memengaruhi kondisi susuk di tubuh, “Kalau masuk wujud, keluar wujud, itu ilmunya [masih] cetek. Sekali masuk harusnya melebur.”
Sebetulnya, dibanding klenik lain, susuk termasuk praktik sederhana. Tak ada syarat khusus wajib ditempuh.
Keampuhan susuk hanya perlu dirawat dengan mematuhi pantangan, biasanya menghindari beberapa jenis makanan, seperti pisang emas yang pohonnya berwarna kemerahan, daun kelor, kluwih, jantung pisang, dan daging tertentu.
Berbeda dari santet, keampuhan susuk pun tidak terbatas geografi, sebab kekuatannya menubuh.