Hantu Wanita Doyan Menggoda Lelaki di Malam Hari! Sundel Bolong yang Tidak Kalah Terkenalnya dengan kuntilanak

photo author
- Jumat, 2 Agustus 2024 | 19:46 WIB
Hantu Wanita Doyan Menggoda Lelaki di Malam Hari! Sundel Bolong  yang Tidak Kalah Terkenalnya dengan kuntilanak
Hantu Wanita Doyan Menggoda Lelaki di Malam Hari! Sundel Bolong yang Tidak Kalah Terkenalnya dengan kuntilanak

Hal itu menunjukkan bahwa film-film tersebut melanggengkan konstruksi patriarki—yang di dalamnya terdapat dikotomi peran, sifat, dan kepatutan antara perempuan dan laki-laki.

Laki-laki ideal dikonstruksi sebagai sosok yang kuat, pemberani, keras, kasar, tegas, mandiri, berwibawa, agresif, superior, dominan, rasional, pintar, mampu mencari nafkah, beraktivitas di ranah publik, dsb.

Sedangkan perempuan ideal adalah perempuan ‘baik-baik’ yang ‘wajib’ menjadi sosok pengikut, penurut, cenderung lebih pasif, lemah lembut, sabar, ‘malu-malu’ secara seksual, beraktivitas di dalam rumah, dan menutup tubuhnya serapat mungkin.

Istri ideal adalah istri yang inferior, yakni menjadi bawahan yang patuh, membahagiakan serta membuat nyaman suami dan anak-anaknya, harus pandai mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga, dan ketika menjadi seorang ibu, ia harus mengajarkan citra istri ideal tersebut pada anak-anak perempuannya.

Kemudian, kalaupun saat ini perempuan pergi ke luar rumah untuk mencari nafkah, bukan berarti beban pekerjaan mereka di dalam rumah menjadi berkurang karena hal tersebut dianggap hanya kewajiban seorang istri, bukan kewajiban suami.

Ketika seorang perempuan tidak hidup dengan citra ‘baik-baik’, maka ia dianggap wajar bahkan dianggap pantas mendapat perlakuan buruk dalam kehidupan sosialnya dan seksualnya.

Lebih jauh lagi, alih-alih diberi perhatian, dibela atau dilindungi, para korban tersebut justru sering disalahkan atas penderitaannya.

Misalnya ketika perempuan menjadi korban pelecehan, yang sering disalahkan adalah cara bertindak dan berpakaian kaum perempuan itu sendiri yang dianggap sebagai pemicu.

Hal tersebut pun tercermin pada tokoh Alisa sebagai korban dalam film ‘Sundel Bolong’ yang dianggap pantas menjadi objek kekerasan seksual, dan justru disalahkan atas hal tersebut karena memiliki masa lalu sebagai pekerja seks yang identik dengan perempuan ‘gampangan’—yang pulang malam hari dan mengenakan pakaian pemicu birahi.

Latar belakang tersebut pun kemudian membuatnya terus diposisikan sebagai ‘liyan’, bahkan setelah meninggal dan menjadi hantu Sundel Bolong.

Di dalam masyarakat, seks dipercaya sebagai dunia laki-laki, dan perempuan adalah objek seksualnya.

Hasrat seksual laki-laki yang berkobar-kobar dan sulit dibendung dipercaya sebagai sesuatu yang alamiah karena hormon (ranging hormone) di dalam tubuhnya, sehingga dipandang wajar, bahkan perlu disalurkan.

Kemudian tubuh perempuan senantiasa dianggap sebagai lokasi seks dan lokasi penundukan laki-laki terhadap dirinya.

Tubuh perempuan diharuskan tertutup rapat dengan alasan untuk menghindari perhatian laki-laki atas dirinya yang memicu terjadinya berbagai bentuk kekerasan seksual.

Padahal, hal tersebut bertolak belakang dengan kenyataan bahwa banyak pula perempuan dengan pakaian tertutup dan bertindak sewajarnya, namun tetap dijadikan objek kekerasan seksual.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Cut Yuli

Tags

Rekomendasi

Terkini

ATR/BPN Permudah Masyarakat Cek PPAT Digital

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:17 WIB
X