Realitasonline.id - Jakarta | Tanah merupakan fondasi utama dalam mewujudkan ketahanan dan swasembada pangan nasional.
Hal itu ditegaskan Menteri ATR BPN Nusron Wahid saat menjadi pembicara pra rapat kordinasi (Rakor) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta, Selasa (16/7/2025).
Kegiatan ini menghadirkan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya sebagai pembicara, seperti Kepala Badan Pangan Nasional, Wakil Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Riset Nasional.
Baca Juga: Wamen ATR BPN Ossy Dermawan: Reforma Agraria jadi Prioritas Nasional
Sedangkan Menteri ATR BPN didampingi oleh Inspektur Jenderal Dalu Agung Darmawan dan Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara, Kartika Sari.
“Tidak akan ada kebijakan pangan kalau tidak ada tanah. Tanah itu adalah problem kemanusiaan. Karena itu, semua program pangan harus bertumpu pada kepastian lahan, ” ujar Nusron Wahid di hadapan jajaran BPK.
Menteri Nusron memaparkan sejumlah strategi Kementerian ATR BPN dalam mendukung ketahanan pangan.
Di antaranya adalah perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), penerapan skema Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD), optimalisasi tanah telantar, serta redistribusi tanah kepada masyarakat.
Ia mengungkapkan, penerapan LSD telah berhasil menekan angka alih fungsi lahan sawah secara signifikan di Indonesia.
"Dulu, rata-rata alih fungsi lahan bisa mencapai puluhan ribu hektare per tahun. Sejak ada LSD, dalam empat tahun hanya sekitar 5.600 hektare di delapan provinsi. Selama saya menjabat, belum pernah saya menandatangani satu pun izin alih fungsi LSD,” jelasnya.
Tak hanya itu, Kementerian ATR/BPN juga mendorong percepatan penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) hingga Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Baca Juga: Sekjen ATR BPN Dorong Penguatan Layanan dan Komunikasi
Menurut Nusron, tata ruang yang tertib dan akurat menjadi kunci agar kebijakan pangan, perumahan, energi, dan hilirisasi industri tidak saling tumpang tindih.
Dalam rangka redistribusi tanah, Kementerian juga memanfaatkan tanah-tanah telantar serta eks Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU) yang masa berlakunya telah habis, guna diberikan kepada masyarakat.