Realitasonline.id - Pemerintah Indonesia mulai 1 Januari 2025 menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% untuk kendaraan bermotor, naik dari sebelumnya 11%.
Kebijakan ini diikuti dengan penerapan opsen pajak pada PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan BBNKB (Bea Balik Nama) oleh pemerintah daerah, sesuai Undang‑Undang HKPD No. 1/2022.
Bersama kenaikan upah minimum provinsi (UMP) hingga 6,5%, kebijakan ini memicu tantangan besar bagi pasar otomotif.
Baca Juga: Mobil Paling Laris di Indonesia, Daftar Terbaru dan Alasan di Baliknya
1. Kenaikan Harga Mobil: Rp 5–30 Juta
Peningkatan tarif PPN langsung menambah beban biaya pembelian mobil baru. Menurut Kompas, kenaikan PPN 1% dapat menambah harga hingga Rp 4–5 juta per kendaraan.
Lebih lanjut, laporan KatadataOTO mencatat total kenaikan bisa mencapai Rp 16–19 juta untuk model seperti Avanza, dan Rp 30–44 juta untuk Innova Zenix setelah penambahan opsen pajak daerah.
2. Penurunan Permintaan & Penjualan
Akibat beban biaya ini, daya beli konsumen menurun signifikan. Gaikindo memperkirakan volume pasar otomotif dapat turun hingga 30% di 2025, dari target 1,1 juta unit menjadi sekitar 850 rb unit, bahkan ada prediksi akan mencapai 500 rb unit jika tekanan ekonomi berlanjut.
3. Peralihan ke Mobil Bekas dan Alternatif
Kenaikan harga mobil baru mendorong masyarakat beralih ke pasar mobil bekas atau transportasi umum. Opsi mobil bekas menjadi alternatif utama, terutama bagi konsumen segmen menengah ke bawah yang mencari tetap memiliki kendaraan pribadi namun dengan harga lebih terjangkau .
4. Dorongan bagi Mobil Listrik & Hybrid
Pemerintah memberikan insentif berupa PPN DTP (Ditanggung Pemerintah) 100% hingga Juni, lalu 50% sepanjang semester dua untuk mobil listrik dan hybrid seharga ≤ Rp 5 miliar.
Ada juga stimulus tambahan PPnBM dan bea impor untuk model CKD/CBU. Ini membuka peluang bagi konsumen yang ingin kendaraan ramah lingkungan dengan syarat harga tidak melampaui batas maksimal.
Namun, implementasi insentif ini sedang dipantau ketat: ada keluhan keterlambatan regulasi atau aturan yang membingungkan, sementara beberapa APM (seperti Hyundai) memilih tidak ikut skema insentif kendaraan listrik impor karena fokus pada produksi lokal.
5. Adaptasi Industri
Untuk mengantisipasi tekanan, produsen dan dealer melakukan strategi antisipatif:
- Paket pembiayaan ringan, membantu konsumen menyerap kenaikan biaya.
- Peluncuran varian ekonomis atau lokal yang lebih terjangkau.