- Penyebaran tidak merata: Wilayah timur Indonesia, daerah perdesaan, dan jalur lintas antar kota masih minim SPKLU.
- Waktu pengisian: Fast charging masih mahal dan belum tersedia di semua lokasi.
- Standarisasi colokan: Beberapa merek mobil listrik menggunakan jenis port berbeda (CHAdeMO, CCS, atau GB/T), yang bisa menimbulkan kendala kompatibilitas.
- Kapasitas listrik lokal: Tidak semua daerah memiliki jaringan listrik yang mampu menopang kebutuhan daya besar untuk fast charging.
Baca Juga: Kelebihan dan Kekurangan Mobil Listrik: Apa yang Perlu Anda Ketahui Sebelum Membeli?
Dukungan Pemerintah dan Swasta
Pemerintah menargetkan pembangunan 10.000 SPKLU hingga 2030, sebagai bagian dari roadmap percepatan kendaraan listrik nasional. PLN sebagai pemain utama juga bekerja sama dengan sejumlah produsen otomotif dan pusat perbelanjaan.
Pihak swasta, seperti Hyundai, Toyota, dan Wuling, mulai membangun SPKLU eksklusif untuk mendukung layanan purnajual mereka. Bahkan, beberapa apartemen dan kompleks perumahan premium kini menyediakan fasilitas pengisian daya untuk penghuninya.
Secara keseluruhan, Indonesia telah menunjukkan langkah serius dalam membangun infrastruktur pengisian daya mobil listrik. Meski belum sepenuhnya merata, tren dan pertumbuhan yang ada memberikan harapan besar. Dengan kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta, ekosistem kendaraan listrik Indonesia diyakini akan semakin matang dalam beberapa tahun ke depan. (KN)