Realitasonline.id - Pertumbuhan kendaraan listrik di Indonesia terus meningkat, didorong oleh inovasi teknologi, regulasi ramah lingkungan, dan tren global menuju mobilitas berkelanjutan.
Namun, keberhasilan adopsi mobil listrik sangat bergantung pada ketersediaan infrastruktur charging atau fasilitas pengisian daya yang memadai. Artikel ini membahas sejauh mana perkembangan jaringan pengisian mobil listrik di Indonesia hingga 2025.
1. Peran Infrastruktur Charging dalam Ekosistem EV
Ketersediaan stasiun pengisian daya adalah faktor kunci yang memengaruhi minat masyarakat dalam membeli mobil listrik. Tanpa jaringan charging yang luas, pengguna akan khawatir kehabisan daya di tengah perjalanan, sebuah fenomena yang dikenal sebagai range anxiety.
Di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian ESDM dan PLN mendorong percepatan pembangunan SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) di berbagai kota besar dan jalur antarprovinsi.
2. Pertumbuhan Jumlah SPKLU
Berdasarkan data terbaru PLN, hingga awal 2025 tercatat lebih dari 1.200 unit SPKLU terpasang di seluruh Indonesia, meningkat pesat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. SPKLU ini tersebar di rest area tol, pusat perbelanjaan, perkantoran, hingga SPBU tertentu.
Selain PLN, beberapa pihak swasta seperti Pertamina, Shell, dan perusahaan otomotif juga berinvestasi dalam membangun fasilitas pengisian daya, baik tipe fast charging maupun normal charging.
3. Jenis dan Kecepatan Charging
- Normal Charging (AC): Memerlukan waktu 4–8 jam untuk mengisi penuh baterai mobil listrik, cocok untuk pengisian di rumah atau kantor.
- Fast Charging (DC): Dapat mengisi 80% baterai hanya dalam 30–60 menit, ideal untuk perjalanan jauh.
- Ultra-Fast Charging: Teknologi terbaru yang mulai diuji coba, mampu mengisi daya 80% hanya dalam 15–20 menit.
4. Tantangan Pengembangan