Realitasonline.id - Padangsidimpuan | Dua terdakwa kasus perambahan hutan yang diduga menjadi korban pemerasan oknum polisi di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) divonis bebas, Senin (26/5/2025) oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.
Kedua terdakwa tersebut dinyatakan tidak bersalah karena majelis hakim menilai perkara yang menjerat keduanya tidak masuk ke ranah hukum pidana.
Pembacaan putusan yang dipimpin langsung oleh hakim yang juga Ketua Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan Sylvianingsih.
Baca Juga: Komit Berantas Narkoba, AKBP Yulhendri Ungkap 16 Kasus Barang Haram di Aceh Tenggara
Menjelaskan hasil pertimbangan para saksi dan bukti dalam persidangan, tiga majelis hakim memvonis bebas dua terdakwa dalam perkara perambahan hutan di Dusun Siboru Toba Desa Sialang Kecamatan Padang Bolak Julu Kabupaten Padang Lawas Utara.
Dengan pertimbangan hukum berdasarkan Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021, PP Nomor 23 Tahun 2021 serta Perpers Nomor 88 Tahun 2017.
Sebagaimana perbuatan terdakwa bukanlah suatu perbutan pidana, dan penyelesaian permasalahan harus diselesaiakan dengan cara berifikasi dan identifikasi.
Karana menyangkut hak-hak pihak ketiga, sehingga harus deselesaikan dengan pemegang hak.
Ketua Majelis Hakim menyampaikan dalam amar putusan memerintahkan terdakwa untuk dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.
Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya, tambahnya.
Baca Juga: Jaksa Jhon Wesli tidak Pernah Menangani Kasus Pidana Kepot
Sidang kasus perambahan hutan dengan 2 terdakwa yakni Tohiruddin Siregar dan Rani Harahap warga Kabupaten Paluta digelar kembali di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan dan dinyatakan vonis bebas.
Kuasa hukum terdakwa Tirta R Bintang dan Ramses Kartago mengucapkan terima kasih atas putusan PN Padangsidempuan.
Pertimbangan hukumnya sangat bagus mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, sebagaimana kuasa hukum terdakwa menghadirkan 3 orang saksi fakta dari Dusun Siboru Toba Desa Sialang dan saksi ahli pidana serta saksi ahli hukum Agraria, begitu juga dengan alat bukti surat yang diajukan kuasa hukum para terdakwa.
Majelis hakim menilai kedua terdakwa tidak cukup bukti melakukan perambahan hutan. Berdasarkan UU Pokok Agraria menyebutkan penyelesaian tanah tersebut harus memperhatikan hak-hak masyarakat terlebih dahulu sebelum akhirnya diselesaikan secara administrasi tanpa harus masuk ke ranah pidana.