“Cuaca saat ini tidak menentu, perubahan iklim sudah nyata kita rasakan. Musim tanam yang dulunya bisa diprediksi, sekarang bisa tiba-tiba hujan tiba-tiba panas terik. Hal ini juga mempengaruhi sektor pertanian khusus pada produksi padi yang imbasnya pada ketahanan pangan kita,” kata Isyanto.
Diskusi yang diikuti oleh Kepala Desa Tulusrejo beserta jajarannya, Gapoktan Sido Lestari, Kelompok Wanita Tani, Penyuluh Pertanian Lapangan, anggota tim penggerak PKK, Karang Taruna, dan ibu rumah tangga ini menyatakan bahwa kekeringan dan serangan hama penyakit merupakan potensi bencana yang paling banyak merugikan pertanian.
Hama tanaman banyak disebabkan oleh tikus, wereng, dan belalang. Ini biasanya muncul dalam jumlah banyak setelah terjadi kemarau panjang,”ungkap Tri Wahono selaku Ketua Gapoktan Sido Lestari.
Menurutnya, serangan tikus dan hama lainnya tersebut bahkan dapat merugikan petani hanya dalam waktu satu malam. Tak tanggung-tanggung, dampaknya bahkan sampai merusak 12 hektar, tidak hanya pada tanaman padi tetapi juga pada tanaman lain seperti jagung.
Selain itu, serangan hama yang muncul setelah kemarau panjang, Desa Tulusrejo juga rentan terhadap bencana kekeringan.
Menurut Kepala Desa Tulusrejo, Hartono, kekeringan terjadi karena suplai air tidak sebanding dengan luas areal pertanian yang harus diairi.
“Sebetulnya airnya ada, tetapi debitnya kecil. Sehingga tidak sampai di beberapa area pertanian. Ketika sampai di ujung, debitnya sudah kecil sekali,” tuturnya.
Selain karena debit air yang kecil, kekeringan juga dipengaruhi oleh sarana irigasi dimana saluran yang ada merupakan sarana tersier atau tidak permanen sehingga air akan terserap ke dalam tanah di sepanjang jalan alirannya.