Hendry mengatakan bahwa pelanggaran pers terbanyak itu didominasi oleh pasal 1 Kode Etik Jurnalistik, “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Dewan Pers melaporkan sepanjang 2023 telah menerima 813 aduan. Kasus-kasus aduan tersebut mulai dari pelanggaran kode etik, termasuk berita tanpa verifikasi.
Baca Juga: Wartawan yang Memecat Dirinya Sendiri
"Kalau kita wartawan seharusnya membuat pemberitaan yang baik, berimbang, konfirmasi, nggak akan terjadi pembiaran-pembiaran. Dunia ini bukan dunia yang ideal, ada orang-orang yang punya hasrat, nafsu kekuasaan, ada punya nafsu uang, oleh karena itu kitalah (wartawan) menetralisir itu, jangan kita yang menjadi alat yang digunakan. Caranya apa? Baca," tegasnya.
Hendry kemudian masuk ke inti materi. Ia mengemukan tiga isu krusial yang menjadi contoh kasus bagaimana pers dipandang dalam perspektif wawasan kebangsaan.
Pertama, bagaimana pers Indonesia menyajikan berita tragedi di Gaza dan Rafah, Pelestina. Puluhan ribu nyawa tidak ada harganya di tangan militer Israel. Bagaimana Indonesia menunjukkan kebangsaannya terhadap dunia di saat sebagian besar negara lain mengatupkan mata dan telinga?
Hendry pun menjelaskan bahwa apa yang dilakukaan pers Indonesia sejalan dengan politik luar negeri NKRI sendiri yang selalu mendukung kemerdekaan Palestina, anti-penjajahan, dan menempatkan pasukan Palestina sebagai pejuang. Oleh karena itu, sebagai pucuk pimpinan wartawan di Indonesia, Hendry berang kalau ada jurnalis yang menyebutkan kasus pembantaian di Palestina merupakan perang antar-agama.
Baca Juga: Pers Berwawasan Kebangsaan, Hendry Ch Bangun Menjelaskan