




Meski Gerakan Cetak Sawah ini digulirkan pada tahun 2016, namun implementasinya mengalami pasang surut karena satu dan lain hal. Ini bisa dilihat pada tahun 2016, terdata hanya 1 hektare saja pertambahan lahan cetak sawah di Serdang Bedagai.
Tahun berikutnya ada peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebanyak 50 hektare. Namun kondisi penurunan terjadi pada tahun 2018 karena terdata hanya 11 hektare saja lahan yang merupakan hasil cetak sawah.
Peningkatan luas sawah baru yang dicetak kembali terjadi pada tahun 2019. Sebanyak 75 Ha lahan berhasil dikonversi menjadi sawah baru. Jumlah ini kemudian meningkat sekitar 173% pada tahun 2020 dengan jumlah cetak sawah yang mencapai 231 Ha.
Tahun 2021 bisa dikatakan sebagai periode buruk bagi Gerakan Cetak Sawah. Di tahun itu, terjadi penurunan yang cukup signifikan pada jumlah lahan sawah baru. Tercatat Serdang Bedagai hanya mampu menghasilkan 111 Ha lahan sawah lewat gerakan ini atau turun sekitar 48%.
Namun hal tersebut masih bisa dimaklumi karena ada beberapa faktor besar yang menyebabkannya. Yang pertama tentu saja hantaman pandemi Covid-19 yang menjadi bencana kesehatan global. Akibat pandemi, hampir seluruh aktivitas mengalami kelumpuhan dan penurunan besar-besaran, termasuk sentra pertanian di Serdang Bedagai.
Selain itu, di akhir tahun 2021 atau pada musim tanam kedua, Kabupaten Serdang Bedagai mesti menghadapi bencana banjir sehingga banyak lahan yang mengalami puso. Hal ini mengakibatkan tanam ulang atau petani harus memundurkan jadwal tanam. Pertambahan lahan cetak sawah pun ikut terimbas.
Namun gerakan cetak sawah ini perlahan-lahan mencoba bangkit lagi di tahun 2022. Dari data terbaru yang dihimpun oleh Dinas Pertanian Kabupaten Serdang Bedagai, program cetak sawah kembali meningkat secara signifikan. Sampai bulan Agustus, jumlah lahan yang telah dicetak jadi persawahan sudah ada di angka 228 Ha.