Revisi UU Penyiaran Disoal IJTI, DPR Diminta Kaji Ulang Sejumlah Pasal yang Berpotesi Ancam Kemerdekaan Pers

photo author
- Minggu, 12 Mei 2024 | 07:35 WIB
Ilustrasi logo IJTI. (Realitasonline.id/Dok)
Ilustrasi logo IJTI. (Realitasonline.id/Dok)

Upaya ini tentu sebagai suatu ancaman serius bagi kehidupan pers yang tengah dibangun bersama dengan penuh rasa tanggung jawab.

Tidak hanya itu dikhawatirkan revisi RUU Penyiaran akan menjadi alat kekuasan serta politik oleh pihak tertentu untuk mengkebiri kerja-kerja jurnalistik yang profesional dan berkualitas.

Baca Juga: Viral! Suami dan Selingkuhannya Utang Rp1 M, Bank Sumut Malah Tagih ke Istri Sah, Anak Murka: Kembalikan Agunannya!!!

Kedua, Pasal 50 B ayat 2 huruf k, penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik.

Pasal ini sangat multi tafsir terlebih yeng menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik. IJTI memandang pasal yang multi tafsir dan membingungkan berpotensi menjadi alat kekuasan untuk membungkam dan mengkriminalisasikan jurnalis/pers.

Kita sepakat bahwa sistem tata negara menggunakan demokrasi, dan pers merupakan pilar keempat dari demokrasi.

Pers memiliki tanggung jawab sebagai control sosial agar proses bernegara berjalan transparan, akuntable dan sepenuhnya memenuhi hak-hak publik.

Ketiga, Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal ini harus dikaji ulang karena bersinggungan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyeleseaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers.

Baca Juga: Keakraban Walikota Medan bersama Calhaj, Bobby Nasution: Jaga Kesehatan Jangan Paksakan Diri Beribadah!

IJTI juga memandang bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik penyiaran di KPI berpotensi mengintervensi kerja-kerja jurnalistik yang profesional, mengingat KPI merupakan lembaga yang dibentuk melalui keputusan politik di DPR.

Sesuai dengan UU Pers telah jelas bahwa komunitas pers mendapat mandat untuk membuat regulasi sendiri dalam rangka mengatur kehidupan pers yang sehat, profesional dan berkualitas melalui selft regulation.

Oleh karena itu setiap sengketa yang berkaitan dengan karya jurnalistik baik penyiaran, cetak, digital (online) hanya bisa diselesaikan di Dewan Pers.

Langkah ini guna memastikan bahwa kerja-kerja jurnalistik yang profesional, berkualitas dan bertanggungjawab bisa berlangsung independent serta tidak ada intervensi dari pihak manapun.

Menyikapi hal tersebut, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyatakan sikap sebagai berikut:

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ayu Kesuma Ningtyas

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

ATR/BPN Permudah Masyarakat Cek PPAT Digital

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:17 WIB
X