Realitasonline.id - Pertanyaan tentang durabilitas transmisi manual versus otomatis kerap menjadi perdebatan di kalangan pengguna mobil.
Kedua sistem ini memiliki karakteristik berbeda, mulai dari cara kerja hingga perawatan yang dibutuhkan.
Lantas, mana yang lebih tahan lama? Simak analisis mendalam berikut untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keawetan kedua jenis transmisi.
- Mekanisme Transmisi Manual
Transmisi manual mengandalkan peran pengemudi dalam mengoperasikan gigi dan kopling secara langsung. Sistem ini terdiri dari komponen mekanis seperti gigi persneling, poros input, dan clutch plate yang bekerja secara manual.
Baca Juga: Teknik Mengemudi Aman di Cuaca Ekstrem dari Banjir sampai Kabut Tebal
Karena desainnya yang relatif sederhana, transmisi manual cenderung lebih mudah diperbaiki jika terjadi kerusakan. Namun, keawetannya sangat bergantung pada kebiasaan pengemudi.
Kesalahan seperti setengah kopling terlalu lama atau pindah gigi tanpa menginjak kopling hingga dasar dapat mempercepat keausan komponen, terutama clutch plate yang umumnya perlu diganti setiap 60.000–100.000 km.
- Kompleksitas Transmisi Otomatis
Transmisi otomatis menggunakan sistem hidrolik, planetary gear, dan torque converter untuk berpindah gigi secara otomatis. Teknologi ini mengurangi intervensi pengemudi, sehingga lebih nyaman digunakan di jalan macet.
Namun, kerumitan komponen internal seperti solenoid valve, clutch pack, atau rantai CVT (pada transmisi Continuously Variable Transmission) membuat perawatannya lebih spesifik.
Masalah seperti overheat akibat cairan transmisi yang tidak diganti rutin atau kerusakan pada torque converter bisa terjadi jika pemilik kurang telaten.
Baca Juga: Solusi Atasi Getaran Setir Mobil yang Tidak Stabil
Meski begitu, transmisi otomatis modern telah dilengkapi sistem pendingin dan material lebih tahan aus, sehingga masa pakainya bisa setara dengan manual jika dirawat sesuai anjuran pabrik.
- Faktor yang Mempengaruhi Keawetan
