Medan - Realitasonline.id | Sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa mantan polisi Achiruddin Hasibuan, dalam kasus penganiayaan kembali ditunda.
Ketika Ketua Majelis Hakim Oloan mengetuk palu sebagai tanda persidangan telah dimulai, tiba-tiba Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rahmi Shafrina, maju ke arah Majelis Hakim dan memberikan selembar kertas kepada Ketua Majelis Hakim.
Ternyata, itu adalah surat permohonan yang ditulis tangan dan ditandatangani di atas meterai oleh terdakwa Achiruddin.
Baca Juga: Diduga Korupsi Dana Desa TA 2020-2021, Kejari Paluta Tahan Kades Pangkal Dolok Julu
Surat tersebut berisi permohonan supaya persidangan digelar secara luring (offline) bukan online. Surat permohonan tersebut pun dibacakan Ketua Majelis Hakim.
Sementara itu, JPU telah menyambungkan video lewat Zoom dari Pengadilan Negeri (PN) Medan ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Tanjung Gusta Medan, akan tetapi tak tampak wajah Achiruddin di dalam layar.
“Mohon izin, Majelis. Kami sudah terkoneksi ke Rutan. Namun, terdakwa tidak mau persidangan melalui online, maunya offline,” kata Rahmi di dalam ruang sidang Cakra 4 PN Medan, Rabu (13/9/2023).
Mendengar itu, Ketua Majelis Hakim kemudian bertanya kepada Joko Pranata Situmeang, penasihat hukum (PH) terdakwa Achiruddin yang hadir di ruang sidang.
“Apa kepentingannya harus offline? Apa kepentingannya Penasihat Hukum?” tanya Hakim Oloan.
Namun, Joko Pranata mengaku tidak bisa memberikan alasan pasti terkait permintaan kliennya itu. “Permohonan dari terdakwa, Majelis. Kami mengikuti keputusan Majelis Hakim,” jawab Joko Pranata Situmeang.
Hakim Oloan kemudian beralih kepada JPU menanyakan alasan kenapa persidangan harus digelar secara online. “Jadi, karena JPU sudah bilang tidak punya anggaran, ya? Atau apa?” tanya Hakim.
Rahmi pun kemudian menjelaskan alasan JPU terkait mengapa persidangan harus dilaksanakan secara online.