Ketika Ilmu Bertemu Nurani: Penerapan Filsafat Ilmu dalam Pelayanan Keperawatan

photo author
- Selasa, 9 Desember 2025 | 01:20 WIB
Ns.Zarkani S.Kep. (Realitasonline.id/Dok)
Ns.Zarkani S.Kep. (Realitasonline.id/Dok)

Oleh : Dr. Siti Zahara Nasution,S.Kp.,MNS & Ns.Zarkani S.Kep (Program Studi Magister Ilmu Keperawatan F.Kep USU)

Realitasonline.id - Dalam ruang-ruang perawatan rumah sakit, di balik suara monitor dan langkah cepat perawat yang lalu-lalang, terdapat satu hal penting yang
jarang terlihat oleh mata: filsafat ilmu yang bekerja dalam setiap tindakan keperawatan.

Banyak orang mengira pelayanan keperawatan hanya soal prosedur teknis,mengukur tekanan darah, memberikan obat, atau merawat luka. Padahal jauh di balik itu
semua, terdapat fondasi filosofis yang menentukan cara perawat memahami manusia, mengambil keputusan, hingga memberikan sentuhan yang
penuh empati.

Filsafat ilmu hadir sebagai kompas yang menuntun perawat dalam melihat pasien
bukan hanya sebagai tubuh yang sakit, tetapi sebagai individu utuh dengan pikiran, emosi, nilai hidup, dan harapan. Dalam perspektif ontologi, perawat belajar memahami hakikat manusia secara holistik.

Baca Juga: Saat Mesin Berhenti, Perjuangan Dimulai: Potret Kemandirian Pasien Gagal Ginjal kronis yang Menjalani Hemodialisis saat Di Rumah

Pasien bukan sekadar data medis, tetapi seseorang yang sedang menghadapi rasa takut, ketidakpastian, dan kebutuhan akan kehadiran manusia lain yang peduli. Ketika seorang perawat menggenggam tangan pasien yang gelisah atau mendengarkan keluhan tanpa menghakimi, itulah ontologi keperawatan yang bekerjasecara nyata.

Dari sisi epistemologi, filsafat ilmu membentuk cara perawat mendapatkan pengetahuan. Ia mengajarkan bahwa pelayanan yang baik tidak hanya berasal dari pengalaman, tetapi juga dari penelitian ilmiah, teori keperawatan, dan refleksi
mendalam. Setiap intervensi—seperti manajemen nyeri, dukungan psikososial, atau edukasi kesehatan berlandaskan bukti ilmiah yang terus berkembang.

Namun epistemologi juga memberi ruang bagi pengalaman personal dan intuisi. Karena sering kali, perawat tahu kapan harus bicara, kapan harus diam, dan kapan harus menahan pasien agar tetap kuat, meski hal itu tidak tercantum dalam
pedoman apa pun.

Baca Juga: Rutinitas Mageran Gen-Z yang Mengundang Low Back Pain

Aksiologi, membahas nilai dan moral, menjadi jiwa pelayanan keperawatan. Perawat bekerja dalam situasi yang sarat dilema etika: pasien yang menolak pengobatan,
keluarga yang bingung mengambil keputusan, atau kondisi kritis yang
membutuhkan kesigapan moral. 

Di sinilah nilai-nilai seperti empati, keadilan, otonomi, dan kebaikan menjadi
pijakan dalam setiap keputusan. Perawat tidak hanya bekerja dengan ilmu, tetapi
dengan hati. Karena itu, pelayanan keperawatan tidak hanya menyembuhkan tubuh,
tetapi juga memulihkan martabat manusia.

Dalam praktik sehari-hari, penerapan filsafat ilmu terlihat dalam hal-hal sederhana
tetapi bermakna. Seorang perawat yang menjelaskan obat dengan bahasa yang mudah dipahami sedang menerapkan epistemologi.

Baca Juga: Filsafat Ilmu Keperawatan: Memahami Cara Pikir Dengan Caring Behaviour

Perawat yang menghormati keputusan pasien untuk menolak tindakan tertentu sedang menjalankan aksiologi. Perawat yang memahami ketakutan pasien sebelum operasi menerapkan ontologi. Semua itu berpadu menjadi pelayanan yang bukan
sekadar teknis, tetapi juga humanis.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ayu Kesuma Ningtyas

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kota Medan Kirim 5 Armada Damkar ke Aceh Tamiang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:43 WIB

UMP Sumut 2026 Naik 7,9 Persen Kini jadi Rp3.228.971

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:07 WIB
X